Powered By Blogger

Kamis, 27 Desember 2012

Upacara Di Suku Kubu


UPACARA BASUH TANGAN  DADA SAAT KELAHIRAN DAN MASA BAYI
DALAM MASYARAKAT SUKU KUBU
Suku  Kubu adalah salah satu suku minoritas yanga ada di daerah Sumatra khususnya daerah jambi.  Suku Kubu merupakan salah satu suku yang masih memegang teguh tradisi-tradisi nenek moyang mereka.   Ada banyak cerita mengenai asal usul dari Suku kubu diantaranya ,   
             Menurut cerita pada masa lampau mereka adalah keturunan dari saudara termuda yang tidak disunat, sebab di sekitarnya tidak ada alat yang cukup tajam untuk melakukan penyunatan.   Pemuda merasa malu, sehingga dia mengungsi ke hutan dan berpisah dari kelompoknya serta dua saudara laki-lakinya yang sudah disunat.  Menurut mitologi orang Kubu Sumatra tengah mereka memang keturunan dari saudara yang mengungsi ke hutan (Forbes 1884: 124).  
Upacara ini sangat menarik untuk dibuat makalah karena , upacara ini berbeda pada upacara-upacara suku lain dan hanya ditemukan pada suku Kubu. Dan upacara ini memiliki arti yang penting bagi anak yang melakuakan  maupun untuk keluaraga yang melakukan.  Bagi si anak kelak akan menjadi anak yang memiliki sifat rajin, jujur, patuh, teliti dan setia. Sedangkan untuk keluarganya akan mendapatkan berkah dari Sang Hyang berupa hasil berburu yang banyak.   
1. Nama Upacara dan Tahap-tahapnya
            Pada masa bayi dalam masyarakat Suku Kubu ditemukan upacara yang dinamakan basuh tangan.  Upacara ini dilakukan ketika seorang anak sudah berumur empat puluh hari bersamaan saat seorang ibu telah dalam keadaan bersih.  Disamping bersih, seorang ibu dianggap sudah cukup sehat dan telah pulih kesehatanya.
            Kegiatan upacara basuh tangan melalui tahap (1) pengumpulan dan pengasapan peralatan  upacara, dan (2) pengasapan anak dan membasuh tangan.  Biasanya upacara ditutup dengan  makan bersama nasi kunyit serta panggangan ayam yang telah disediakan tuan rumah.
2. Maksud Tujuan Upacara
            Hidup beruntung adalah sesuatu yang di dambakan oleh setiap orang.  Namun yang didambakan itu tidak akan tercapai apa bila Tuhan tidak menghendakinya.  Oleh karena itu manusia harus memohon kepadaNya agar diberi keberuntungan.  Masyarakat Kubu mempercayai bahwa keberuntungan seseorang dapat diperolah selagi masih kecil melalui permohonan dalam upacara.
            Dengan upacara basuh tangan masyarakat suku kubu meminta kepada Sang Hiyang agar anak mereka dikaruniai sifat yang beruntung seperti rajin, kuat, dan gemar bekerja, banyak sahabat dan suka menelong, selalu sahat dan bersih senantiasa dalam kesucian, jujur, patuh, teliti, setia dan berbagai unsur kebaiakan lainya.  Semua keingginan ini disimpulkan dengan berbagai benda upacara antara lain pisau serut, bunga melati,cermin benang segelondong ,dan sebagainya.  Semua benda tesebut dianggap bersifat yang sesuai dengan yang mereka kehendaki.  Disini terlihat adanya komunikasi manusia dengan Tuhanya melalui bahasa isyarat yang mengambil benda-benda alam yang terdapat dalam lingkungan hidup mereka.
3. Waktu Penyelengaraan
            Upacara diadakan pagi hari antara pukul sembilan sampai pukul sepuluh.  Saat itu kediaman sudah sepi dari kaum laki-laki karena mereka umumnya berada di ladang atau melakukan perburuan di hutan serta mencari ikan di sungai-sungai. Kaum wanita yang tetap tinggal di kediaman apabila tidak diajak suaminya berpergian akan turut serta meramaikan upacara basuh tangan ini.
            Kegiatan upacara basuh tangan memang dilakukan oleh pihak wanita.  Ini dapat terjadi karena pada kenyataannya wanitalah yang paling banyak bergaul dengan anaknya semenjak masa bayi sampai sudah besar dan telah dapat ikut berburu bersama laki –laki dewasa.  Seorang yang telah berumur enam atau tujuh tahun sudah beralih tanggung jawab pengasuhannya. Lelaki yang masih sangat muda itu sudah mencemplungkan diri ke dalam kehidupan orang dewasa.  Ia mulai diajari mengamati dan mengalami hidup sukar ketika berburu atau mencari apa saja yang dapat dijadikan bahan makanan di dalam hutan.  Ia sudah diasuh oleh ayah dan orang dewasa lain bagaimana cara terbaik menghalau nupuh dan kancil ke dalam sungai.  Bagaimana teknik yang baik memimpin anjing menggiring bintang buruan.
4. Tempat Penyelengaraan
            Semua kegiatan basuh tangan dilakukan di kediaman berupa pondok kecil yang amat sederhana.  Pondok sederhana ini didirikan dilahan pertanian yang tidak berapa jauh letaknya dari pinggir sungai.
            Pondok kediaman suku Kubu umumnya mengikuti tipe huruf A, pintu berada di pertangahan sisi huruf A tadi bukan pada mukanya.  Dinding terbuat dari kulit kayu kering yang diperoleh kerika menebang pohon waktu membuka lahan pertanian.  Pondok didirikan agak di bagian tengah ladang dekat ke pinggir sungai.
5.  Teknik Penyelengaraan Upacara
            Teknik penyelengaraan upacara dipercayakan kepada seorang dukun yang dahulu telah menolong persalinan.  Ia seorang wanita yang sudah berumur.  Pengetahuan tentang persalinan dan masalah-masalah tentang bayi diterimanya dari dukun yang hidup sebelumnya.  Pengetahuan itu umumnya sama tanpa mengalami perubahan dari satu  generasi ke generasi.
            Untuk melaksanakan upacara basuh tangan ibu dukun mendapatakan bantuan penuh dari tuan rumah.  Semua perlengkapan dipersiapkan semuanya oleh tuan rumah sesuai petunjuk dukun yang akan menyelengarakan upacara basuh tangan ini.
            Tugas seorang dukun cukup berat dan mengandung risiko terlebih-lebih pada pelaksanaan persalinan. Namun dalam menerima upah sebagai imbalan atas pertolongan yang diberikan tidak berlebi-lebihan.  Hal yang demikian dapat terjadi karena rasa kekeluargaan amat besar dalam kehidupan orang kubu.
6. Pihak-pihak yang Terlibat dalam upacara
            Upacara basuh tangan tergolong sederhana dan biayanya tidak telalu banyak , tetapi makna yang didalamya sangat tinggi.  Makan dan  minum dapat diabaikan.  Pihak-pihak yang terlibat pun tidak seberapa.  Umunya terbatas pada kaum wanita saja, sebanyak lima sampai sepuluh orang sudah cukup.  Selain seorang dukun dalam upacara basuh tangan ini, disertai pula seorang pembantu dukun, ibu si anak sendiri, beberapa orang wanita tua seperti ibu kandung dan ibu mertua serta tetangga yang hadir dengan sukarela tanpa diundang.
            Pihak laki-laki separti ayah, suami, dan saudara-saudara, boleh hadir boleh pula tidak.  Mereka Nampak lebih suka tidak hadir.  Mereka lebih suka berpergian misalnya berburu atau pergi menangkap ikan.  Menurut anggapan masyarakat Kubu, bila mereka melakukan perburuan saat ada upacara basuh tangan akan memperoleh hasil yang memuaskan.  Di lain pihak memang upacara membasuh tangan itu tidak tergolong upacara yang besar yang menghendaki keikut sertaan laki-laki.
7. Persiapan dan Perlengakapan Upacara
            Persiapan yang dilakuakan berupa menyediakan perlengakapan kebutuhan yang diperlukan upacara basuh tangan, meliputi: (1) bunga melati untuk diambil airnya,(2) jeruk,(3) kemenyan putih untuk keperluan pengasapan, (4) cermin muka, (5) pisau seraut, (6) nasi kunyit lengkap dengan ayam panggang , (7) kelapa muda diambil airnya, (8) sisir, (9) benang segelondong, (10)kain putih sekabung dan (11) uang untuk menebus seringgit.
            Bunga melati dapat diramu disekitar tempat tinggal orang Kubu dalam hutan.  Jeruk biasanya ditanam disekitar kediaman mereka sehari-hari.  Tumbuhan ini merupakan keperluan sehari-hari yang selalu ada dipekarangan dipelihara orang Kubu baik-baik. Kemenyan dapat ditemukan di dalam rimba.  Biasanya setiap rumah selalu menaruh persediaan kemenyan ini, karena sewaktu-waktu diperluakan dalam berbagai upacara. Pisau seraut, pisau kebil yang melengkung bentuknya, mungkin diperoleh melalui perkenalan dengan penduduk luar di desa-desa.  Orang kubu belum mampu menyediakan tenaga tukang yang mengolah alat senjata besi.  Benda-benda seperti cemin, sisir , kain putih, dan benang, yang mereka punya berkat kontak dengan penduduk luar yang mereka temui saat menjual barang dagangan.
8. Jalannya Upacara Menurut Tahap-tahapnya
            Perlengakapan upacara sudah dipersiapkan ditata sedemikian rupa didalam sebuah dulang atau nampan yang terbuat dari kayu.  Bila dukun telah tiba perlengkapan tersebut diberi pengasapan kemenyan, yang berarti pula upacara segera dimulai.  Ibu dukun memerintahkan agar kelapa yang sudah tersedia di belah dan airnya ditampung dalam sebuah baskom.  Air kelapa itu dicampur dengan bunga melati yang sudah diasapi.  Di samping diberi pengasapan juga sang dukun membaca mantera atau doa yang ditujukan kapada Sang Hiyang.
            Kegiatan tahap berikutnya ialah menerima anak dari ibunya karena akan dilakuan pengasapan dan basuh tangan.  Setelah dilakukan pengasapan anak tadi di baringkan diatas kaki ibu dukun yang duduk melunjur.  Kepala anak barada di ujung kaki ibu dukun.  Dengan demikian ia leluasa melihat muka bayi dan mudah memegangi tangan dan kaki sang bayi.  Kedua tangan bayi lalu dibasuh dengan air kelapa yang sudah bercampur dengan bunga melati.  Air kelapa itu juga diurapkan ke seluruh tubuh dan di basuhkan ke kedua kaki bayi.  Setelah itu tubuh bayi digoyang-goyang diudara sehingga air mengering dari badanya.  Anak yang sudah menjalani upacara basuh tangan tadi oleh ibu dukun didudukkan   diatas pahanya dipandangi ibu dan semua wanita yang hadir.  Beberapa orang mencoba mencubiti pipi anak kecil itu sebagai rasa gembira penuh kasih sayang. Sesudah itu anak tadi diserahkan kepada ibunya untuk disusui.
9. Pantangan-pantangan yang Harus Dihindari
            Pada upacara basuh tangan tidak dikenal sesuatu pantangan yang berarti.  Namun ada yang menarik perhatian ialah permintaan dukun supaya kelapa yang diambil dan batangnya tidak boleh dijatuhkan.  Konon , supaya anak tidak mempunyai sifat perajuk.
            Larangan ini semata-mata untuk menjaga kelapa tidak pecah, mengingat buah yang diambil ialah yang masih muda.  Kalau sampai pecah tentu airnya  akan tercurah ke tanah sehingga maksud semula untuk mendapatkan airnya menjadi sia-sia saja.
10. Lambang-lambang atau Makna yang Terkandung dalam Unsur-unsur Upacara
            Benda-benda atau setiap perangakat upacara mempunyai lambang atau makna tertentu sebagai perwujudan kehendak luhur masyarakat Kubu terhadap Yang Mahakuasa. Benda-benda tadi pernyataan ketegasan dari semua harapan mereka disamping disalurkan melalui doa atau mantera-mantera.
            Masyarakat Kubu mempercayai bahwa manusia akan diberi keuntungan sesuai dengan benda-benda yang disediakan dalam upacara, seperti bunga melati, cermin, pisau seraut, sisir, benang dan kain putih.  Bunga melati melambangkan kesucian, sebagaimana halnya juga yang terdapat dalam anggapan kebanyakan suku bangsa di indonesia. Cermin pelambang agar anak kelak dalam kebisaan hidup sehari-hari selalu mengenal dirinya. Ia diharapkan tidak terburu menyalahkan orang lain.  Pisau seraut perlambangakan harapan agar anak suka bekerja diladang kalau laki-laki, atau dapur kalu ia perempuan.  Benang perlambang harapan agar seseorang anak (wanita) dapat memanfaatkan waktu terluangnya dengan merajut atau menyulam pakaian.  Ia diharapkan pula supaya tahu diri agar dapat merawat pakaian suami dan anak-anaknya kelak kalau sudah berkeluarga.  Sisir perlambanga agar anak dapat mempertahankan kerapian diri dalam setiap waktu dan situasi, baik dia laki-laki atau perempuan.  Kain putih dan uang seringgit perlambang kesucian hati tuan rumah tehadap dukun selama telah melaksanakan tugasnya.  Oleh sebab itu kain dan uang tadi harus diberikan kepada sang dukun saat ia telah selesai melakukan tugas.  Nasi kunyit serta panggan ayam lambang pengorbanan terhadap Yang Mahakuasa, kendatipun akhirnya akan mereka makan juga pada akhirnya.
            Perlengkapan yang selalu ada ialah perasapan kemenyan.  Perasapan kemenyan lambang perantara meneruskan doa kepada Sang Hiyang atau yang Mahakuasa. Asap yang membumbung ke udara  dan kemudian hilang lenyap sesuatu yang dipandang gaib dan keramat oleh Suku Kubu.  Boleh jadi dipandang sebagai barang atau benda yang mewujudkan diri sebagai Yang Mahakuasa.  Yang pasti sistem perasapan ini menunjukan adanya sisa-sisa pengaruh hindu dalam masyarakat kubu.      

Sumber:
Kahar,thabran,1985,Upacaratradisional Daerah Jambi. Jakarta:DepartemenPendidikandanKebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar