UPACARA BASUH TANGAN
DADA SAAT KELAHIRAN DAN MASA BAYI
DALAM MASYARAKAT SUKU KUBU
Suku Kubu adalah salah satu suku minoritas yanga
ada di daerah Sumatra khususnya daerah jambi.
Suku Kubu merupakan salah satu suku yang masih memegang teguh
tradisi-tradisi nenek moyang mereka.
Ada banyak cerita mengenai asal usul dari Suku kubu diantaranya ,
Menurut cerita pada masa lampau mereka adalah
keturunan dari saudara termuda yang tidak disunat, sebab di sekitarnya tidak
ada alat yang cukup tajam untuk melakukan penyunatan. Pemuda merasa malu, sehingga dia mengungsi
ke hutan dan berpisah dari kelompoknya serta dua saudara laki-lakinya yang
sudah disunat. Menurut mitologi orang
Kubu Sumatra tengah mereka memang keturunan dari saudara yang mengungsi ke
hutan (Forbes 1884: 124).
Upacara ini
sangat menarik untuk dibuat makalah karena , upacara ini berbeda pada
upacara-upacara suku lain dan hanya ditemukan pada suku Kubu. Dan upacara ini
memiliki arti yang penting bagi anak yang melakuakan maupun untuk keluaraga yang melakukan. Bagi si anak kelak akan menjadi anak yang
memiliki sifat rajin, jujur, patuh, teliti dan setia. Sedangkan untuk
keluarganya akan mendapatkan berkah dari Sang Hyang berupa hasil berburu yang
banyak.
1. Nama Upacara
dan Tahap-tahapnya
Pada masa bayi dalam masyarakat Suku
Kubu ditemukan upacara yang dinamakan basuh tangan. Upacara ini dilakukan ketika seorang anak
sudah berumur empat puluh hari bersamaan saat seorang ibu telah dalam keadaan
bersih. Disamping bersih, seorang ibu
dianggap sudah cukup sehat dan telah pulih kesehatanya.
Kegiatan upacara basuh tangan
melalui tahap (1) pengumpulan dan pengasapan peralatan upacara, dan (2) pengasapan anak dan membasuh
tangan. Biasanya upacara ditutup
dengan makan bersama nasi kunyit serta
panggangan ayam yang telah disediakan tuan rumah.
2. Maksud Tujuan
Upacara
Hidup beruntung adalah sesuatu yang
di dambakan oleh setiap orang. Namun
yang didambakan itu tidak akan tercapai apa bila Tuhan tidak
menghendakinya. Oleh karena itu manusia
harus memohon kepadaNya agar diberi keberuntungan. Masyarakat Kubu mempercayai bahwa
keberuntungan seseorang dapat diperolah selagi masih kecil melalui permohonan
dalam upacara.
Dengan upacara basuh tangan
masyarakat suku kubu meminta kepada Sang Hiyang agar anak mereka dikaruniai
sifat yang beruntung seperti rajin, kuat, dan gemar bekerja, banyak sahabat dan
suka menelong, selalu sahat dan bersih senantiasa dalam kesucian, jujur, patuh,
teliti, setia dan berbagai unsur kebaiakan lainya. Semua keingginan ini disimpulkan dengan
berbagai benda upacara antara lain pisau serut, bunga melati,cermin benang
segelondong ,dan sebagainya. Semua benda
tesebut dianggap bersifat yang sesuai dengan yang mereka kehendaki. Disini terlihat adanya komunikasi manusia
dengan Tuhanya melalui bahasa isyarat yang mengambil benda-benda alam yang
terdapat dalam lingkungan hidup mereka.
3. Waktu
Penyelengaraan
Upacara diadakan pagi hari antara
pukul sembilan sampai pukul sepuluh.
Saat itu kediaman sudah sepi dari kaum laki-laki karena mereka umumnya
berada di ladang atau melakukan perburuan di hutan serta mencari ikan di
sungai-sungai. Kaum wanita yang tetap tinggal di kediaman apabila tidak diajak
suaminya berpergian akan turut serta meramaikan upacara basuh tangan ini.
Kegiatan upacara basuh tangan memang
dilakukan oleh pihak wanita. Ini dapat
terjadi karena pada kenyataannya wanitalah yang paling banyak bergaul dengan anaknya
semenjak masa bayi sampai sudah besar dan telah dapat ikut berburu bersama laki
–laki dewasa. Seorang yang telah berumur
enam atau tujuh tahun sudah beralih tanggung jawab pengasuhannya. Lelaki yang
masih sangat muda itu sudah mencemplungkan diri ke dalam kehidupan orang
dewasa. Ia mulai diajari mengamati dan
mengalami hidup sukar ketika berburu atau mencari apa saja yang dapat dijadikan
bahan makanan di dalam hutan. Ia sudah
diasuh oleh ayah dan orang dewasa lain bagaimana cara terbaik menghalau nupuh
dan kancil ke dalam sungai. Bagaimana
teknik yang baik memimpin anjing menggiring bintang buruan.
4. Tempat
Penyelengaraan
Semua kegiatan basuh tangan
dilakukan di kediaman berupa pondok kecil yang amat sederhana. Pondok sederhana ini didirikan dilahan
pertanian yang tidak berapa jauh letaknya dari pinggir sungai.
Pondok kediaman suku Kubu umumnya
mengikuti tipe huruf A, pintu berada di pertangahan sisi huruf A tadi bukan
pada mukanya. Dinding terbuat dari kulit
kayu kering yang diperoleh kerika menebang pohon waktu membuka lahan
pertanian. Pondok didirikan agak di
bagian tengah ladang dekat ke pinggir sungai.
5. Teknik Penyelengaraan Upacara
Teknik penyelengaraan upacara
dipercayakan kepada seorang dukun yang dahulu telah menolong persalinan. Ia seorang wanita yang sudah berumur. Pengetahuan tentang persalinan dan
masalah-masalah tentang bayi diterimanya dari dukun yang hidup sebelumnya. Pengetahuan itu umumnya sama tanpa mengalami
perubahan dari satu generasi ke
generasi.
Untuk melaksanakan upacara basuh
tangan ibu dukun mendapatakan bantuan penuh dari tuan rumah. Semua perlengkapan dipersiapkan semuanya oleh
tuan rumah sesuai petunjuk dukun yang akan menyelengarakan upacara basuh tangan
ini.
Tugas seorang dukun cukup berat dan
mengandung risiko terlebih-lebih pada pelaksanaan persalinan. Namun dalam
menerima upah sebagai imbalan atas pertolongan yang diberikan tidak
berlebi-lebihan. Hal yang demikian dapat
terjadi karena rasa kekeluargaan amat besar dalam kehidupan orang kubu.
6. Pihak-pihak
yang Terlibat dalam upacara
Upacara basuh tangan tergolong
sederhana dan biayanya tidak telalu banyak , tetapi makna yang didalamya sangat
tinggi. Makan dan minum dapat diabaikan. Pihak-pihak yang terlibat pun tidak
seberapa. Umunya terbatas pada kaum
wanita saja, sebanyak lima sampai sepuluh orang sudah cukup. Selain seorang dukun dalam upacara basuh
tangan ini, disertai pula seorang pembantu dukun, ibu si anak sendiri, beberapa
orang wanita tua seperti ibu kandung dan ibu mertua serta tetangga yang hadir
dengan sukarela tanpa diundang.
Pihak laki-laki separti ayah, suami,
dan saudara-saudara, boleh hadir boleh pula tidak. Mereka Nampak lebih suka tidak hadir. Mereka lebih suka berpergian misalnya berburu
atau pergi menangkap ikan. Menurut
anggapan masyarakat Kubu, bila mereka melakukan perburuan saat ada upacara
basuh tangan akan memperoleh hasil yang memuaskan. Di lain pihak memang upacara membasuh tangan
itu tidak tergolong upacara yang besar yang menghendaki keikut sertaan
laki-laki.
7. Persiapan dan
Perlengakapan Upacara
Persiapan yang dilakuakan berupa
menyediakan perlengakapan kebutuhan yang diperlukan upacara basuh tangan,
meliputi: (1) bunga melati untuk diambil airnya,(2) jeruk,(3) kemenyan putih
untuk keperluan pengasapan, (4) cermin muka, (5) pisau seraut, (6) nasi kunyit
lengkap dengan ayam panggang , (7) kelapa muda diambil airnya, (8) sisir, (9)
benang segelondong, (10)kain putih sekabung dan (11) uang untuk menebus
seringgit.
Bunga melati dapat diramu disekitar
tempat tinggal orang Kubu dalam hutan.
Jeruk biasanya ditanam disekitar kediaman mereka sehari-hari. Tumbuhan ini merupakan keperluan sehari-hari
yang selalu ada dipekarangan dipelihara orang Kubu baik-baik. Kemenyan dapat
ditemukan di dalam rimba. Biasanya
setiap rumah selalu menaruh persediaan kemenyan ini, karena sewaktu-waktu
diperluakan dalam berbagai upacara. Pisau seraut, pisau kebil yang melengkung
bentuknya, mungkin diperoleh melalui perkenalan dengan penduduk luar di
desa-desa. Orang kubu belum mampu menyediakan
tenaga tukang yang mengolah alat senjata besi.
Benda-benda seperti cemin, sisir , kain putih, dan benang, yang mereka
punya berkat kontak dengan penduduk luar yang mereka temui saat menjual barang
dagangan.
8. Jalannya
Upacara Menurut Tahap-tahapnya
Perlengakapan upacara sudah dipersiapkan
ditata sedemikian rupa didalam sebuah dulang atau nampan yang terbuat dari
kayu. Bila dukun telah tiba perlengkapan
tersebut diberi pengasapan kemenyan, yang berarti pula upacara segera dimulai. Ibu dukun memerintahkan agar kelapa yang
sudah tersedia di belah dan airnya ditampung dalam sebuah baskom. Air kelapa itu dicampur dengan bunga melati
yang sudah diasapi. Di samping diberi
pengasapan juga sang dukun membaca mantera atau doa yang ditujukan kapada Sang
Hiyang.
Kegiatan tahap berikutnya ialah
menerima anak dari ibunya karena akan dilakuan pengasapan dan basuh
tangan. Setelah dilakukan pengasapan
anak tadi di baringkan diatas kaki ibu dukun yang duduk melunjur. Kepala anak barada di ujung kaki ibu
dukun. Dengan demikian ia leluasa melihat
muka bayi dan mudah memegangi tangan dan kaki sang bayi. Kedua tangan bayi lalu dibasuh dengan air
kelapa yang sudah bercampur dengan bunga melati. Air kelapa itu juga diurapkan ke seluruh
tubuh dan di basuhkan ke kedua kaki bayi.
Setelah itu tubuh bayi digoyang-goyang diudara sehingga air mengering
dari badanya. Anak yang sudah menjalani
upacara basuh tangan tadi oleh ibu dukun didudukkan diatas pahanya dipandangi ibu dan semua
wanita yang hadir. Beberapa orang
mencoba mencubiti pipi anak kecil itu sebagai rasa gembira penuh kasih sayang.
Sesudah itu anak tadi diserahkan kepada ibunya untuk disusui.
9.
Pantangan-pantangan yang Harus Dihindari
Pada upacara basuh tangan tidak
dikenal sesuatu pantangan yang berarti.
Namun ada yang menarik perhatian ialah permintaan dukun supaya kelapa
yang diambil dan batangnya tidak boleh dijatuhkan. Konon , supaya anak tidak mempunyai sifat
perajuk.
Larangan ini semata-mata untuk
menjaga kelapa tidak pecah, mengingat buah yang diambil ialah yang masih muda. Kalau sampai pecah tentu airnya akan tercurah ke tanah sehingga maksud semula
untuk mendapatkan airnya menjadi sia-sia saja.
10.
Lambang-lambang atau Makna yang Terkandung dalam Unsur-unsur Upacara
Benda-benda atau setiap perangakat
upacara mempunyai lambang atau makna tertentu sebagai perwujudan kehendak luhur
masyarakat Kubu terhadap Yang Mahakuasa. Benda-benda tadi pernyataan ketegasan
dari semua harapan mereka disamping disalurkan melalui doa atau
mantera-mantera.
Masyarakat Kubu mempercayai bahwa manusia
akan diberi keuntungan sesuai dengan benda-benda yang disediakan dalam upacara,
seperti bunga melati, cermin, pisau seraut, sisir, benang dan kain putih. Bunga melati melambangkan kesucian,
sebagaimana halnya juga yang terdapat dalam anggapan kebanyakan suku bangsa di
indonesia. Cermin pelambang agar anak kelak dalam kebisaan hidup sehari-hari
selalu mengenal dirinya. Ia diharapkan tidak terburu menyalahkan orang
lain. Pisau seraut perlambangakan
harapan agar anak suka bekerja diladang kalau laki-laki, atau dapur kalu ia
perempuan. Benang perlambang harapan
agar seseorang anak (wanita) dapat memanfaatkan waktu terluangnya dengan
merajut atau menyulam pakaian. Ia
diharapkan pula supaya tahu diri agar dapat merawat pakaian suami dan
anak-anaknya kelak kalau sudah berkeluarga.
Sisir perlambanga agar anak dapat mempertahankan kerapian diri dalam
setiap waktu dan situasi, baik dia laki-laki atau perempuan. Kain putih dan uang seringgit perlambang
kesucian hati tuan rumah tehadap dukun selama telah melaksanakan tugasnya. Oleh sebab itu kain dan uang tadi harus
diberikan kepada sang dukun saat ia telah selesai melakukan tugas. Nasi kunyit serta panggan ayam lambang
pengorbanan terhadap Yang Mahakuasa, kendatipun akhirnya akan mereka makan juga
pada akhirnya.
Perlengkapan yang selalu ada ialah
perasapan kemenyan. Perasapan kemenyan
lambang perantara meneruskan doa kepada Sang Hiyang atau yang Mahakuasa. Asap
yang membumbung ke udara dan kemudian
hilang lenyap sesuatu yang dipandang gaib dan keramat oleh Suku Kubu. Boleh jadi dipandang sebagai barang atau
benda yang mewujudkan diri sebagai Yang Mahakuasa. Yang pasti sistem perasapan ini menunjukan
adanya sisa-sisa pengaruh hindu dalam masyarakat kubu.
Sumber:
Kahar,thabran,1985,Upacaratradisional
Daerah Jambi. Jakarta:DepartemenPendidikandanKebudayaan.